Comments

  1. AW says:

    Maling teriak maling begini nih …. real count udah ada tunggu aja dah, sengaja banget ngumumin menang pertama kali, keliatan yg nggak bisa bohong tuh jokowi. Mukanya agak beda, nggak biasa berbohong beda ama mega yg biasa berbohong pd saat pengumuman

  2. Sondang says:

    Prabowo ada saat 98 terjadi. Dia tahu betul apa & bagaimana people power. Kalau strategi kotornya berhasil, mungkin ini moment yang tepat untuk Prabowo mengecap people power. We will see.

  3. Sondang says:

    Prabowo ada saat 98 terjadi. Dia tahu betul apa itu ‘people power’. Kalaupun taktiknya kotornya berhasil, saya rasa kali ini Prabowo sendiri yg akan mencicipi ‘people power’.

  4. Rati says:

    Tks ya sdh diterjemahin artikel yg condescending bgt ya… org indonesia udh pinter, ga perlu prof2 bule yg ga ngerti apa2 ngeguide.

  5. Salim Hanuddin says:

    Blah blah blah ini kita yg nyoblos jokowi pun di trolling ama ANU yg ga ngerti apa2, mungkin pengen ada akses ke administrasi yg baru gara2 “good PR”nya. Sampah nih New Mandala, go away.

  6. Pikir Dahulu says:

    Ini terjemahan salah satu Komentar dari versi asli Bahasa Inggris artikel ini:

    Shutthehellup
    Posted July 11, 2014 at 8:06 PM

    1) Artikel tersebut menyatakan: “Walaupun kami tidak memiliki bukti bahwa lembaga survey yang menghasilkan hasil hitung cepat yang memenangkan Prabowo dibayar untuk merekayasa hasil hitung cepat yang mereka lakukan, rekam jejak mereka memberikan banyak alasan bagi kita untuk curiga –bahkan yakin- bahwa manipulasi telah terjadi.”

    Jadi pada dasarnya, ini hanya kabar angin. Semua organisasi penelitian selalu dibayar oleh seseorang. Manipulasi akan selalu terjadi. Tidak ada ahli jajak pendapat saat ini adalah bebas-bias, bahkan dalam demokrasi yang katanya maju sekalipun. Jika jajak pendapat pemilu Indonesia dilakukan oleh Pew atau Gallup, atau lebih buruk, ANU, tidak diragukan lagi sekitar 40% pemilih (orang-orang yang mendukung Prabowo) akan demonstrasi di jalanan meneriakkan slogan-slogan anti-intervensi asing. Untung saja, jajak pendapat dilakukan oleh lembaga survei lokal.

    Saya tegaskan: Sebagian besar orang Indonesia TAHU PERSIS apa sebenarnya jajak pendapat itu. Baik jajak pendapat pra-pemilu, survei sikap, exit poll, penghitungan cepat, atau mainan statistik lainnya, pada akhirnya mereka semua hanya alat propaganda kampanye. Tidak ada ahli jajak pendapat yang melakukan apa yang mereka lakukan untuk tujuan ilmiah murni. Untungnya, orang Indonesia tahu bagaimana menghadapi propaganda. Mereka telah berurusan dengan itu sejak pemilu pertama pada tahun 1950. Mereka menghadapinya dengan cara yang sama dengan cara menghadapi saran dari dukun: dengan tidak langsung percaya.

    Ketakutan yang beredar saat ini, termasuk yang dimuat dalam artikel, berasal dari paranoia. Bahwa Prabowo tidak bisa dipercaya. Tidak ada yang berbicara tentang apakah pengikutnya dapat dipercaya. Seolah-olah tiba-tiba lebih dari enam puluh juta orang Indonesia menjadi tidak dapat dipercaya. Tidak ada para pakar yang memiliki keyakinan bahwa para pemilih akan berkepala dingin. Padahal mereka adalah orang-orang yang juga rasional seperti pendukung Jokowi adalah orang-orang yang rasional. Mereka ingin calon yang mereka pilih untuk menang, tapi TIDAK dengan cara apa saja. Percaya atau tidak, tetapi sejak tahun 2004, tidak ada warga Indonesia yang waras ingin untuk mengacaukan negara mereka hanya demi pemilihan umum, apalagi gara-gara sebuah jajak pendapat semata.

    Bahkan, satu-satunya pihak yang telah memobilisasi sejumlah besar orang untuk pergi ke jalan segera setelah pemilu adalah pihak Jokowi! Tentu saja, mereka menyebutnya perayaan, tetapi yang lain dapat dengan mudah mengatakan bahwa itu adalah intimidasi. Lihat kan? Ini tergantung bagaimana Anda mengelola persepsi dan keyakinan terhadap masyarakat.

    2) Kemudian artikel tersebut menyatakan: “Belum pernah terjadi sebelumnya dalam pengalaman demokrasi Indonesia seorang capres dapat mencuri kemenangan dalam pilpres. Tetapi patut dicurigai bahwa kubu Prabowo sedang mempersiapkan langkah tersebut.”

    Sekali lagi, kabar angin. “Patut dicurigai” (artikel asli memakai: “it is highly likely”) berdasarkan apa? Artikel ini sudah menyatakan bahwa menggeser suara berjumlah besar dari salah satu calon ke yang lain sangat tidak mungkin untuk berhasil dan “belum pernah terjadi sebelumnya”. Mengapa penulis berpikir bahwa Prabowo akan menjadi yang pertama? Apa itu “alasan kuat bagi kita untuk berasumpsi bahwa dia berpotensi menjadi seorang otokrat yang tidak memiliki penghargaan atas keinginan rakyat”? Apa semua ini hanya gara-gara ia menolak untuk percaya perhitungan cepat? Waduh, kalau begitu ternyata saya juga seorang otokrat dong. Artikel ini kelihatannya sedikit terlalu subyektif. Apa yang pernah Prabowo lakukan terhadap penulis? Apa dia pernah melempar ponsel ke mereka?

    Yah, saya juga bisa meramal sebaik penjajak pendapat apapun: Jika kita berasumsi bahwa Prabowo itu se-jahat seperti yang tersirat di artikel, bagaimana ia akan mencapai tujuannya? Dengan terus mengikuti strategi Rob Allyn? Kita sudah melihat bagaimana jijiknya pemilih Indonesia dengan kampanye negatif sehingga citra Jokowi naik lagi dalam beberapa minggu terakhir (dengan asumsi lembaga survei benar). Apa gunanya melanjutkan kegiatan curang pada saat ini ketika semua orang menyorot perilaku para kandidat? Bahkan TV One telah mundur teratur terkait hasil jajak pendapat palsu dengan beralih ke hasil yang lebih disetujui publik.

    Itulah masalahnya: artikel berasumsi bahwa pihak Prabowo hanya terdiri dari Prabowo saja. Ini keliru. Ia adalah koalisi kepentingan antara beberapa orang yang sama (bahkan ada yang lebih) kuat dengan Prabowo. Tentu saja, mereka mengenakan wajah tabah dan mencitrakan front bersatu pada hari pemilu, tetapi ketika pikiran mereka mulai jernih, mereka akan berperilaku demi kepentingan individu mereka sendiri. Mereka akan menjadi yang pertama untuk menghentikan Prabowo dari melakukan sesuatu tidak pantas. Sudah terlambat untuk cuci tangan sekarang. Mereka hanya bisa membuat yang terbaik dari situasi yang buruk, dan saya yakin hal ini tidak termasuk mencurangi hasil pilpres.

    Dalam kata-kata Ser Jorah Mormont, “Para pemimpin akan mendukung siapa saja yang mereka pikir lebih berkemungkinan untuk menang.” Tim Prabowo sudah rontok kiri dan kanan. Ketua Partai Demokrat, Syarief Hasan, telah mendesak Prabowo agar menjadi pecundang yang sportif dan tidak melakukan apapun dengan gegabah. Saya yakin Golkar, PKS, PPP dan pecundang lainnya akan melakukan hal yang sama meskipun tidak di depan umum (karena cukup memalukan). Alasannya adalah Realpolitik sederhana: Mereka sekarang ingin ikut rombongan Jokowi juga. Negosiasi masih mungkin (terlepas dari janji-janji kampanye Jokowi) tetapi akan mustahil jika mereka terlibat dalam sesuatu yang tidak pantas. Prabowo sudah menjadi hambatan bagi mereka. Ini saatnya mengendalikan kerusakan.

    Pada tingkat analisis pribadi, Prabowo sendiri tidak akan berkomitmen untuk konflik berkepanjangan, yang AKAN terjadi jika ia tertangkap basah mencoba mencuri pemilu. Dia adalah seorang jenderal pengecut yang lebih suka untuk berhenti merugi dan bertempur di lain hari. Gayanya selama ini adalah bak seorang bully. Seperti bully pada umumnya, gonggongannya jauh lebih dahsyat dari kemampuan bertarungnya. Jadi mari kita tidak membesar-besarkan dirinya.

    3) Itu saja.

    Adapun kredibilitas saya sendiri (tampaknya penting saat ini), saya warga negara Indonesia yang punya hak pilih tetapi saya telah menjadi Golput setia sejak tahun 2002. Tidak ada kandidat yang layak saya beri suara. Waktu telah berkali-kali membuktikan saya benar, jadi saya tidak ada penyesalan. Pada hari Rabu 9 Juli 2014 saya DIPAKSA untuk memilih oleh istri saya (mengejutkan), yang mengatakan bahwa pemilu ini penting hanya karena dikatakan sebuah artikel. Alih-alih beristirahat dengan tenang dan nyaman pada hari puasa, saya harus menyeret diri ke antrian bilik pemungutan suara, jadi ya, saya PUNYA kepentingan pribadi terhadap artikel ini.

    Serius, saya sudah terbiasa dengan pemilu Indonesia, tapi saya sudah muak dengan pengumbaran rasa takut selama kampanye ini yang cukup untuk beberapa pemilu berikutnya. Saya tidak butuh satu lagi datang dari orang-orang yang bahkan tidak punya hak untuk memilih. Semua gosip ber-andai-andai dan ber-akan-akan dan ini harus dihentikan. Anda hanya membuat situasi bertambah buruk.

  7. agam says:

    tulisan yang menggiring opini public bahwa jokowi harus menang, tulisan yang jelas-jelas sudah memihak, dengan mengambil sebagian fakta dan membuang fakta yang lain, dan menghasut bangsa indonesia untuk rusuh bila jokowi tidak menang,dan merendahkan integritas kpu

  8. skipper says:

    Penuh dengan prasangka buruk.. Gak usah didengar. This is my country

  9. Nuning Hallett says:

    Di atas disebutkan bahwa Prabowo mempunyai dana melimpah dan jaringan kuat ke daerah. Bisa dijelaskan kategori “melimpah” itu apa dan berapa jika dibandingkan dana yang dihimpun Jokowi? (Beserta sumbernya, barangkali?)
    Saya yakin sebagai ilmuwan terhormat statemen tersebut mempunyai dasar informasinyang akurat.

  10. Surjadi says:

    Di bulan suci romadhon ini, mari kita doakan agar Pak Edward Aspinall & Marcus Mietzner mendapat hidayah dari Alloh swt. Semoga beliau berdua dapat membantu bangsa Australia mengatasi persoalan2 HAM di negeri mereka.

  11. owh begitu ya… thank sharna kk

  12. Fotodeka says:

    Memang permainan soal quick count saat pilpres 2014 ini cukup sengit sekali. Yang saya pahami, lembaga kredibel pada Quick Count yang menghasilkan suara no.2 menang itu, sebelumnya telah melakukan Survey Elektabilitas (dengan hasil Jokowi merangkak naik), kemudian melakukan Exit Pool entah apa tujuannya, yang terakhir adalah Quick Count. Penulis tidak menganalisa hal ini?

    Jika merujuk pernyataan Prabowo di Youtube, beliau siap kalah dan lapang dada dan kembali ke kehidupan semua. Itu pernyataan pribadi beliau, kalau dikaitkan dengan pihak koalisi mungkin bisa jadi pembenaran pernyataan penulis. Dan itu hal yang wajar jika dikaitkan dengan koalisi.

    Bagaimana tidak terpancing untuk ikut-ikutan mengeluarkan pernyataan menang secara quick count? jika lihat siapa yang pertama memulai mendeklarasikan di tugu proklamasi?
    Menurut saya prabowo memang mengimbangi, walaupun sebenarnya beliau tidak perlu ikut-ikutan. Yah mengimbangi biar ramai, sekaligus menekan opini publik yang dibentuk.

    Setelah itu sebagai catatan pernyataan Burhanuddin? jika hasil Quick Count tidak sesuai dengan hasil akhir KPU. berarti lembaga survey tidak salah, yang salah KPU. Menurut penulis ini semacam statment apa? pemencah suasana pemersatu?

    *eh udah kepanjangan* dadah… ngobrol lebih lanjut? kontak2an via blog 😉

  13. Moe Aung says:

    You never know, Ohn. As events unfold during the rest of this year and the next up to the polls, you could be pleasantly surprised by the turn of events not exactly to the liking of the elite on both sides of the ‘divide’. Besides it isn’t quite like the GOP and Democrats whom Gore Vidal famously called the two right wings of the same Party of Property. There is clear blue water between the generals and the Lady.

    Would be nice if you have a practical alternative to the elitist and at times wobbly Amay Suu at this juncture to kick ass and kick off some real democratisation and rather more inclusive development. Needs must.

    Hero worship notwithstanding, the realistic strategy has to be to stand four square behind the Lady. Have you seen the size of the crowd at Pakokku?

  14. Hadi says:

    Pemimpin yg dapat terukir oleh sejarah adalah pemimpin yg memiliki rasa cinta yg dalam terhadap negaranya . Setiap tindakan akan ditujukan untuk melindungi negara dan rakyatnya secara keseluruhan dan tidak memanjakan segelintir orang yg mengganggu keamanan negara. Pemimpin yg sesungguhnya adalah pempimpin yg berani dan pernah mempertaruhkan nyawanya untuk negerinya.

  15. Sam says:

    @Angrymagpie: haha well, grasshopper, it’s “got to do” with bias to begin with. If you’re considering being a lawyer or detective, keep your day job. Also, Burhanuddin was forced to admit he took money from Metro TV. Unlike the above poster, I am too lazy to help you out, so I will leave you to your own googling.

    “Yes, but isn’t that common for survey institutes? Why punish a pro-Jokowi survey institute for mere bias? All right-thinking people love Jokowi” is likely the question that is running through your head. So, take a moment and consider the grounds on which the authors here and the rest of the Jokowi groupies are accusing the pro-Prabowo QCs of bias. Hint: it’s bias.

  16. Devi says:

    Dear Yayan,
    Kalau ngga bisa bahasa Inggris, lebih baik komen bahasa Indonesia saja. Toh, kita bangga sebagai orang Indonesia.
    Apakah Anda, saudara Yayan, tidak nelihat siapa jejeran elite yang mendukung Prabowo?
    Merekalah makelar yang menjual kekayaan negeri ini dengan murmer ke tangan asing.

  17. Dino says:

    Yayan bahasa inggris apaan sih tuh.. Blajar lg deh yg bener baru pake bhs inggris

  18. Rahasia rekayasa quick count terungkap sudah.

  19. Adhi says:

    when you read any survey, including quick count, it is necessary to see the Margin of Error. at that time, all Bali governor election quick count surveyor couldn’t make any conclusion because it was a very tight result. Puspayoga got 50.31, while Pastika got 49.69. With the margin of error +/- 1%, Puspayoga’s result will be ranging from 49.31-51.31, while pastika’s result has 48.69-50.69 which make it impossible to conclude any winner.

    The real count result for Bali gov election is puspayoga got 49.92 and pastika got 50.08, which still in the range of margin of error and SMRC did nothing wrong

  20. Doedy Soelistyo says:

    Prabowo big by money, but Jokowi big by people,,,keep watching Edward,,,God bless Indonesia.